Awalnya kita tak kenal apa itu black campaign, tapi sejak Pemilu 2004
lalu di mana salah seorang capres yang mengecam black campaign,
kemudian mulai ramailah istilah black campaign. Kita pun kemudian akrab.
Secara sederhana kita sudah bisa menterjemahkan arti black campaign
dari kata-kata yang tersusun. Ya betul, kampanye hitam. Hitam di sini
mewakili sebuah istilah yang buruk, jelek, intinya patut dijauhi.
Selanjutnya di dalam penggunaannya diartikan kampanye menjelekkan lawan
politik. Namun, sebenarnya juga dapat diartikan sebagai kampanye yang buruk.
Selain berisi kampanye yang menjelek-jelekkan lawan politik, kampanye
yang diramaikan dengan goyang porno juga digolongkan oleh para pengamat
dan media sebagai kampanye yang buruk. Tapi benarkah kampanye yang
demikian cukup disebut kampanye buruk?
* * *
Allah Swt –Sang Dzat Mahaberkuasa, Dzat Paling Supertahu, dan Pemberi
Sumber Segala Sumber Hukum– adalah Sumber Segala Kebenaran. Bagi kita
yang telah mengikrarkan diri bahwa tak ada ilah selai Dia, tentu
mestinya secara otomatis juga mengakui bahwa Dialah segala Sumber Hukum.
Tentu segala perkataanNya harus diletakkan di atas segalanya. Termasuk
dalam hal ini firmanNya:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (TQS Fushshilat [41] : 33]
Maka karenanya suatu kampanye yang tak terkandung sama sekali kalimat
yang menyeru kepada Allah, juga termasuk dalam hal ini seruan untuk
menegakkan hukumNya, adalah kampanye paling buruk! Tentu sebuah hal yang
sangat ironi dan sangat bodoh tatkala ratusan juta rupiah uang
dikeluarkan untuk menyelenggarakan kampanye, menyewa lapangan, memanggil
artis, membayar “uang bensin” peserta, dan lainnya tetapi hanya
mendengarkan perkataan yang sia-sia!
Lihatlah beberapa berita berikut yang memberitakan “penistaan” syariat Islam dalam kampanye (Pemilu).
“Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni meminta para calon legislator
atau partai politik menghindari penggunaan ayat-ayat Al Quran dalam
berkampanye. Maftuh berharap ajaran agama yang sifatnya abadi dapat
dijaga untuk kepentingan lebih luas lagi.”
Memang jika konteksnya menjual ayat Alquran adalah sebuah pelanggaran
terhadap Islam. Tetapi jika melarang penggunaan Alquran tentu sangat
ironi!!!
Berita kedua, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak akan menjual isu
syari’at Islam pada Pemilu 2009. “Ini agar PKS bisa menempatkan orangnya
di kekuasaan. Soal syariat Islam dan sebagainya, sudah tidak relevan
lagi bagi PKS,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS (FPKS) Zulkieflimansyah, di
Jakarta, Jum’at (30/12/2009).
”Caranya, mendudukan umat Islam di kursi kekuasaan. Bagi kami di
PKS, tidak lagi penting bicara tentang negara Islam, syariat Islam, itu
sudah agenda masa lalu lah. Ummat Islam harus diajar modernisasi dan
berkompetis. Nah, yang kami temukan di lapangan adalah konsituen PDI
Perjuangan adalah hal yang harus kita cermati secara serius. Kalau PDI-P
berkoalisi dengan PKS, ini ada agenda baru yang lebih besar, tidak ada
lagi dikotomi Islam dan Nasionalis. Ini menjadi koalisi yang paling kami
perhatikan,” jelasnya lagi.” (http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/30/19231656/PKS.Anggap.PDI.Perjuangan.Lebih.Nasionalis)
Pertanyaannya, adakah lagi perkataan yang lebih baik daripada
perkataan yang menyeru kepada Islam? Adakah lagi aturan yang lebih baik
daripada syariat Islam? Lalu “barang” apa yang yang lebih baik daripada
syariat Islam itu sendiri? Karenanya jika selama ini tak ada satupun
partai yang tidak menyeru syariat Islam, maka semuanya adalah berkampanye hitam!!! Memalukan!!!
No comments:
Post a Comment